Buat sebagian orang, berselfie dengan senyum lebar adalah hal biasa. Bahkan wajib hukumnya. Namun ternyata tak semua orang percaya diri melakukannya. Dini salah satunya. Perempuan 24 tahun itu tidak pernah berani tersenyum lebar saat berfoto. Dia selalu berusaha menyembunyikan barisan gigi-giginya. Dini mengaku tak pede karena ada bagian dari giginya yang tak sempurna. “Jadi gigiku yang depan kan ada yang patah sedikit, jadi kalau senyum terlihat jelek,” ujarnya mengeluh.
|
Taukah ANDA bahwa senyum bisa di rekonstruksi |
Orang seperti Dini ternyata tidak sedikit. Dari survei yang pernah dilakukan, terbukti 75 persen orang ternyata tidak percaya diri untuk tersenyum di depan kamera. Survei lainnya menyebutkan 45 persen orang menilai orang dari senyumannya. Dan 75 persen orang menilai bahwa senyum yang indah akan membantunya secara psikologi. Melihat hasil-hasil survei tersebut, senyum agaknya punya peranan yang cukup penting untuk kehidupan seseorang. Tak mengherankan jika saat ini keinginan memperbaiki tampilan “senyum” terus meningkat.
Bisa jadi dari segi struktur maupun warna gigi yang dianggap kurang putih. Saat ini orang Indonesia memang belum menyadari pentingnya pemeriksaan gigi secara teratur. Enam bulan sekali. Mereka baru akan mengunjungi dokter saat giginya bermasalah. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan menyebutkan sebanyak 25,9 persen penduduk Indonesia masih memiliki masalah gigi dan mulut, sementara hanya 31,1 persen yang mendapat perawatan gigi.“Paradigma masyarakat harus diubah. Jadikan perawatan gigi menjadi gaya hidup,” ujar Direktur Bethsaida Hospital Dr Bina Ratna Kusuma Fitri.
Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang kedokteran gigi estetika, kini siapa pun memiliki kesempatan mendapatkan gigi yang sehat dan rapi. Namun tetap saja perawatan gigi harus dilakukan. Bahkan gigi hasil rekonstruksi memerlukan perawatan ekstra dibanding gigi alami. Metode yang saat ini sedang cukup diminati adalah Rekonstruksi Senyum Digital. Merupakan teknik mendesain “senyum” berdasarkan proporsi wajah. “Program ini juga disebut dengan senyum makeover,” ujar drg RA Syanti W. Astuty, MM, FISID, di Bethsaida Hospital Serpong, Tangerang, beberapa waktu lalu.
|
Banyak orang tidak percaya diri untuk tersenyum gara-gara gigi |
Metode-metode yang digunakan dalam program ini sebenarnya cukup familiar karena sudah lama diperkenalkan. Sebut saja veneer, implan gigi, dan bleaching. Namun bedanya, dalam program ini, sebelum menerapkannya, para dokter akan melakukan wawancara untuk mengetahui keinginan para pasien. Para dokter gigi juga akan melakukan pemeriksaan pada keseluruhan gigi. Hal ini dilakukan agar dokter mengetahui betul apa yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan senyum ideal.
Setelah pemeriksaan, pasien akan mendapatkan blueprint, yang merupakan hasil dari analisis kondisi gigi dan hasil identifikasi rehabilitasi apa saja yang dibutuhkan pasien. Proses inilah yang disebut sebagai cosmetic imaging. Para dokter kemudian akan mencocokkan kemauan pasien dengan proporsi wajah. “Jangan sampai rekonstruksi gigi yang dilakukan malah akan ‘memperburuk’ senyum pasien,” ujar drg Syanti. Setelah itu, barulah dokter akan menentukan treatment yang cocok bagi pasien. Jika pasien membutuhkan implan gigi, dokter akan membuatkan rangka gigi yang telah disesuaikan.
Saat ini, pembuatan rangka gigi, analisis, dan sebagainya sudah menggunakan teknologi digital. Dengan begitu, tingkat keberhasilannya mencapai 90 persen. “Dulu, sebelum ada teknologi digital, pasien sering mengeluh gigi yang dibuatkan dokter tidak cocok. Sekarang tidak ada lagi cerita seperti itu,” katanya. Setelah melakukan program ini, para pasien wajib melakukan pemeriksaan gigi secara teratur. Selain memeriksa kesehatan gigi, para dokter akan melihat kondisi implan dan sebagainya. Dokter Syanti mengatakan gigi yang sehat dan rapi tidak hanya berpengaruh pada penampilan seseorang saja, tapi juga bisa membantu proses pengunyahan makanan yang lebih baik. Jadi tak cuma mendapat senyum yang indah, pencernaan juga akan lebih sehat dong, ya. Sumber:majalahdetik.