Sehat itu mahal, rokok elektronik atau ecigarette (esig) yang dikembangkan di Tiongkok dan diperkenalkan mulai tahun 2003, kini juga masuk ke Indonesia. Bentuk dan ukuran rokok elektrik beragam, tapi kebanyakan lebih panjang daripada rokok biasa. Ada pula yang menyerupai cerutu atau pipa. Pilih mana lebih enak merokok atau enakan di rokok hehehe :D. Khusus untuk kaum hawa, ingat yaa, lebih baik jauhi rokok elektronik ini.
Sebelum ada e-cig, pada 1971 sudah dibuat permen karet yang mulanya digunakan sebagai pengganti merokok bagi mereka yang bekerja di kapal selam sebagai obat untuk mengatasi ketagihan nikotin. Tetapi pada tahun 2003, seorang bernama Hon Lik di Tiongkok memperkenalkan rokok elektronik ini. Pada era tahun 2006 - 2007 rokok elektronik masuk ke Eropa dan Amerika, lalu ke seluruh dunia termasuk Indonesia.
|
Awas bahaya rokok elektronik |
Rokok ini mulai banyak digunakan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Tetapi di Indonesia, e-cig masuk sebagai komoditas perdagangan alat elektronik lainnya, bukan sebagai ataupun obat-obatan. Sebab itu, sampai saat ini belum ada pengaturan ketat soal penggunaan jenis rokok ini. E-cig hanya memiliki izin dari Kementerian Perdagangan bukan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta bebas cukai.
Ketua Indonesian Tobacco Control Network (ITCN) Kartono Mohamad mengatakan, rokok elektronik berbahaya bagi kesehatan, seperti rokok biasa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebutkan e-cig tidak aman bagi kesehatan, terutama menyebabkan adiksi. Berbagai penelitian juga membuktikan jenis rokok ini tidak bisa dipakai sebagai metode berhenti merokok. Oleh karena itu, penggunaannya harus diatur secara ketat oleh pemerintah. “Pemerintah sudah diingatkan tentang bahaya rokok elektronik ini, tapi belum ditanggapi secara serius.
Badan POM hanya berencana membuat regulasi, tapi sampai sekarang belum juga ada. Seharusnya jangan tunggu sampai konsumennya banyak baru dilarang,” kata Kartono, di Jakarta. Menurut Kartono, e-cig masih mahal, sehingga hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu. Meski demikian, jika tidak diatur dan dikendalikan, tidak menutup kemungkinan menjadi barang biasa di masyarakat.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, saat ini negara di dunia termasuk Indonesia sedang mengkaji e-cig dari aspek ilmiah kesehatan (kandungan dan dampak buruknya bagi kesehatan) dan aturan perundang-undangannya. “Agar rokok elektronik dianggap sebagai rokok dan mengikuti aturan-aturan untuk rokok, bukan barang elektronik seperti sekarang,” kata Tjandra.
Saat ini baru lima negara di dunia yang punya aturan ketat tentang e-cig. Inggris mulai tahun 2016 akan menganggap e-cig sebagai produk obat, karena mengandung nikotin. Sedangkan Brazil, Norway dan Singapura telah mengeluarkan larangan total terhadap rokok elektrik.
Sementara, Data Global Adult Tobacco Survey 2011 menunjukkan, 11% penduduk Indonesia tahu tentang rokok elektronik dan 0,3 % adalah penggunanya. Data pengguna pada remaja di Amerika Serikat tahun 2012 adalah 1,78 juta orang atau naik dua kali dari 2011. Itu artinya pengguna rokok elektronik terus meningkat.
Tjandra menjelaskan, e-cig merupakan salah satu NRT yang menggunakan listrik dari tenaga baterai untuk memberikan nikotin dalam bentuk uap, sehingga dikenal dengan sebutan Electronic Nicotine Delivery System (ENDS).
E-cig dirancang untuk memberikan nikotin tanpa pembakaran tembakau dengan tetap memberikan sensasi merokok pada penggunanya. Larutan nikotin tersebut memiliki komposisi yang berbeda-beda dan secara umum ada empat jenis campuran. Namun, semua jenis campuran mengandung nikotin dan propilen glikol.
Bentuknya e-cig tidak seperti rokok, tetapi flash disk atau pen drive. Sampai saat ini belum ada ada aturan dan standar rokok elektronik, sehingga isinya bisa berbeda pada merek yang berbeda. Juga diperkenalkan rokok elektronik non nikotin, meski jumlahnya sedikit. “Jenis rokok elektronik ini hanya sebagai awal atau pemula, lalu kemudian dimasukkan nikotin dan lama-lama kadarnya dinaikkan.
Jadi, seperti sengaja dilatih untuk jadi perokok,” kata Tjandra. Menurut Tjandra, pada perokok yang ingin mencoba rokok elektronik, mereka menghisap lebih dalam dan lebih cepat untuk mendapat efek adiksi nikotin lebih kuat dari biasanya. Ini menyebabkan dampak buruk nikotin berdasarkan data Nicotine Poison Center di Amerika terus meningkat.
Pada September 2010 hanya ada 1 kasus per bulan, lalu naik menjadi 215 per bulan pada Februari 2014. Nikotin itu juga punya akibat buruk bila menempel langsung ke tubuh manusia, seperti penyakit Green Tobacco Sickness pada petani tembakau. Selain dampak buruk nikotin, perasa (flavoured) yang digunakan juga dapat berbahaya bagi kesehatan.
Bahan perasa mungkin aman dimakan, tapi tidak aman kalau diisap ke paru. Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat sudah merilis data dari 18 penelitian mengenai rokok elektrik. Nikotin cair sintesis dalam rokok elektrik ternyata bisa membuat paru-paru teriritasi. Saat rokok elektrik diisap, cairan ini akan berubah menjadi carbonyl yang mengakibatkan kanker. Dikutip dari berbagai sumber.